Trauma?

Trauma?

(2022/01/31) 


apakah benar ini kemungkinan yang cukup dapat dipastikan, bahwa semua orang punya porsi traumanya masing-masing? pada sebuah tema, seseorang, benda, keadaan, atau apapun itu; entah dalam derajat yang ringan, sedang, atau berat. atau... lebih uniknya lagi adalah orang itu belum tahu bahwa trauma itu ada dalam dirinya? jadi, apakah kamu, juga? aku harap tidak. 


aku salah satu orang yang mengidap sebuah trauma yang, bahkan, aku sendiri tidak sadar bahwa trauma itu ada dalam diriku dan merupakan sebuah trauma mendalam yang cukup mempengaruhi hidupku. aku sebenarnya tidak begitu yakin bahwa ini trauma, tapi... "trauma mendengar teriakan tanpa alasan" itu nama panjangnya. aku tidak tahu apa ada nama istilahnya? entah.




sayangnya, aku saat ini sedang sekolah sekaligus bekerja (maybe?) sebagai seseorang yang akan berkecimpung di dunia kesehatan klinis. maka, trauma ini cukup membuatku khawatir. bagaimana rasanya jika traumaku triggered ketika menghadapi situasi IGD yang, kita sama-sama tahu, penuh dengan ketegangan dan kepanikan (well, sebenarnya aku tidak masalah dengan ketegangan dan kepanikan). Namun mendengar teriakan seseorang yang entah apa alasannya saat di IGD? aku tidak tahu apa itu bisa kuatasi. 


aku baru menyadari traumaku saat aku sedang konseling bersama konselorku, dan aku menceritakan reaksi tubuhku yang cukup mengganggu ketika aku mendengar teriakan seseorang. sejauh yang aku pahami tentang tubuhku, aku merasa mual ketika mendengar suara teriakan anak yang tersiksa tanpa alasan. tapi, kejadian yang aku ceritakan terjadi bukan tanpa alasan. reaksi tubuhku sama; mual. setelah digali lebih jauh dari hasil ingatan lemah-ku, ternyata aku pernah memiliki masa kecil yang cukup menyesakkan. aku sering diceritakan keluarga bahwa aku sering berteriak dan menangis ketika berangkat sekolah. semua orang tidak ada yang tahu apa alasannya. dari sana konselorku mengatakan, bahwa ada sebuah "coding" di dalam otak kita yang menghubungkan kejadian itu. so, that's how my counselor was connecting the dots;




masa kecil sering berteriak dan menangisi sesuatu tanpa alasan, berefek pada trauma mendengar suara seseorang berteriak tanpa alasan. 


oh, anyway. i got the therapy. so actually it gets better nowadays, meskipun kadang masih triggered sometimes, kalau keadaan emosionalku sedang tidak baik. poin dari terapi yang aku dapatkan adalah bagaimana cara menetralkan perasaan itu-- tanpa perlu mencari tahu kenapa hal itu bisa terjadi (kenyataannya, aku benar-benar tidak bisa menemukan alasannya saat aku terapi). jadi, aku tidak menolak akan keberadaan trauma tersebut, tapi aku sudah tahu cara mengatasinya dengan baik. meskipun tahu cara mengatasinya juga, belum tentu bisa teratasi sebaik seratus persen juga, sih. tapi at least, reaksi tubuhku tidak berlebihan lagi. 




aku tidak punya tujuan khusus tentang sharing ini karena aku hanya murni berniat sharing tanpa minta validasi atau pengakuan dari orang lain. tapi, iya, aku sedikit punya harapan tulisan ini bisa menjadi pertimbangan pembaca semisal mereka memiliki gejala atau kelainan yang berhubungan dengan kesehatan mental, untuk lebih terbuka dan mengakui kekurangan kita sehingga kita bisa cari tahu solusi terbaik untuk kesehatan mental kita.  


good luck on you, and have a nice day!




i do this for myself, not for anyone nor condition. Even it takes time and money, i use it only for myself. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hey!

Seventeen

Dinamika Idol